Banyak orang sekarang nanya, “Apa sih yang harus kita pelajari biar bisa survive di era AI?” Jawabannya simpel, balik dulu ke diri sendiri.
Jangan kebalik. Maksudnya gini, orang nggak ngerti dasar suatu hal, lalu langsung minta AI buat semua. Hasilnya pasti kurang greget.
Fondasi Dulu, Baru AI
Contoh gampangnya scripting. Kalau nggak ngerti cara bikin script, terus langsung minta ChatGPT nulisinnya, ya jatuhnya kayak numpang lewat aja. Tapi kalau kita udah ngerti ada hook, ada body, ada closing, lalu dibantu AI buat lebih rapi dan tajam—nah itu baru mantep.
Hal yang sama juga berlaku buat video. Banyak orang bikin video tapi nggak ngerti lighting, komposisi, atau rule of thirds. Akhirnya videonya ya biasa-biasa aja, padahal kalau ngerti dasar-dasarnya dulu, AI bisa bantu bikin hasilnya jauh lebih keren, bahkan sampai level music video atau short film.
Bahaya Kalau Asal Pakai AI
Kalau kita pakai AI tanpa ngerti fundamental, jatuhnya cuma jadi “tukang copy-paste”. Karya atau kerjaan kita jadi dangkal, gampang ketahuan generik, dan akhirnya nggak punya nilai tambah. Sebaliknya, orang yang terlalu apatis sama AI juga berbahaya. Mereka bisa ketinggalan jauh, karena dunia kerja dan bisnis sekarang udah bergerak ke arah integrasi AI. Jadi, baik yang “over-reliance” maupun yang “anti-AI” sama-sama rugi.
AI Nggak Bisa Berdiri Sendiri
Sekarang pertanyaannya, “Apa bisa AI gantiin pekerjaan manusia total?” Jawabannya: nggak segampang itu.
Guru: AI bisa bantu kasih materi, bikin soal, atau jadi tutor digital. Tapi, AI nggak bisa sepenuhnya gantiin guru. Karena guru bukan cuma ngajar, tapi juga mendidik, memahami karakter siswa, sampai membangun nilai. Itu hal-hal yang AI belum bisa sentuh.
Engineer/Arsitek: AI bisa bikin desain cepat, simulasi struktur, bahkan render 3D. Tapi detail kayak menyesuaikan kondisi tanah, kebutuhan klien, sampai standar keamanan bangunan, tetap butuh sentuhan manusia.
Bahkan profesi kayak web developer pun sama. AI bisa bantu bikin template atau potongan kode, tapi hal teknis kayak ngatur database, integrasi sistem, atau nge-debug yang rumit, tetap butuh otak manusia.
AI itu bukan pengganti, tapi empowerment tool. Dia bikin kerjaan kita lebih cepat, lebih efisien, dan hasilnya lebih wow. Tapi syaratnya jelas: kita harus ngerti dulu fondasi kerjaannya. Kalau nggak, AI cuma jadi alat instan yang bikin kita ketergantungan tanpa benar-benar paham.
Jadi, kuncinya adalah kuasai dasarnya, lalu pakai AI buat nge-boost. Dengan begitu, skill kita naik level, dan resiliensi kita di dunia kerja juga makin kuat.